Asal Usul Tunjangan Hari Raya (THR) di Indonesia

Sudah menjadi sebuah budaya di Indonesia jika setiap tahunnya para pekerja menerima penghasilan dalam bentuk Tunjangan Hari Raya (THR). Besarannya yang cukup besar membuat THR sangat-sangat ditunggu oleh para pekerja di Indonesia untuk memenuhi kebutuhan selama hari raya yang kadang membengkak.

Ternyata kehadiran THR tidak muncul begitu saja tetapi melalui banyak proses hingga akhirnya bisa seperti saat ini. Bagaimana awal mulanya muncul Tunjangan Hari Raya yang kita nikmati saat ini?


Awalnya Hanya Untuk PNS

Pemberian tunjangan hari raya pertama kali dicetuskan pada era kabinet Soekiman Wirjosandjojo pada tahun 1951. Tujuan pemberian uang THR ini adalah untuk memberikan motivasi lebih pada Pamong Praja (PNS) pada masa tersebut.

Besaran tunjangan yang diberikan oleh Pemerintah kepada Pamong Praja tersebut sebesar Rp125-Rp200. Jumlah tersebut bisa dibilang lumayan besar dan cukup membantu para Pamong Praja.

Kebijakan Pemerintah yang memberikan tunjangan ini kepada para PNS akhirnya mendapat reaksi keras dari para buruh terutama Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia (SOBSI). Mereka menuntut Pemerintah juga memberikan hal yang serupa bagi para buruh dengan besaran tunjangan sebesar satu bulan gaji kotor.

Selepas itu Pemerintah memberikan edaran kepada perusahaan untuk memberikan tunjangan tersebut walaupun belum sebesar satu bulan gaji. Sifat pemberian ini pun masih berupa sukarela sehingga tidak ada kejelasan mengenai besaran maupun waktunya hingga tahun 1994.


Mulai Diatur Pemerintah

Polemik besaran dan waktu pemberian yang berbeda-beda mulai berakhir di tahun 1994. Di tahun tersebut Kementrian Tenaga Kerja mengeluarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.4 Tahun 1994 mengenai Tunjangan Hari Raya Keagamanan Bagi Pekerja Di Perusahaan.

Melalui peraturan ini Pemerintah menyeragamkan besaran tunjangan dan juga waktu untuk mengeluarkan tunjangan tersebut. Di peraturan ini pekerja yang berhak menerima THR merupakan pekerja yang sudah bekerja lebih dari 3 bulan.

Dengan ketentuan bila sudah bekerja selama lebih dari 12 bulan mendapatkan THR sebesar 1 bulan gaji. Sedangkan jika baru bekerja diatas 3 bulan tetapi belum mencapai 12 bulan maka besaran tunjangan diberikan secara proporsional.

Kemudian di tahun 2016, Pemerintah mengeluarkan peraturan baru mengenai peemberian THR ini. Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mengeluarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan Bagi Buruh/Pekerja di Perusahaan.

Jika diperaturan sebelumnya hanya pekerja yang sudah bekerja diatas 3 bulan yang berhak menerima THR, maka diaturan terbaru pekerja dengan masa kerja 1 bulan juga sudah bisa menikmatinya. 

Untuk tahun 2019 masih menggunakan peraturan terakhir sehingga pekerja yang baru bekerja satu bulan sudah bisa mendapatkan THR. Sedangkan untuk masa pembayaran, pihak perusahaan harus membayar maksimal H-7 sebelum hari raya.


Sumber :
https://www.qerja.com/journal/view/13511-asal-usul-pemberian-tunjangan-hari-raya-thr-bagi-pekerja-di-indonesia-rs05/

Comments